Minggu, 23 Oktober 2011

demokrasi indonesia


Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hampir semua Negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan Timur, sementara di Negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada Negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama Negara demokrasi). Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1995:1).

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam system pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti: pertama, system presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Kedua, system parlementer yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala Negara, sebab kepala Negaranya diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol kedaulatan dan persatuan dan; ketiga, sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari parlemen. Di beberapa Negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan parlementer, yang antara lain dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan di Perancis atau di Indonesia berdasar UUD 1945.
Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan Negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda di antara pemakai-pemakainya bagi peranan Negara.

A.           Arti dan Perkembangan Demokrasi

Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government of rule by the people). Ada pula deinisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi diberbagai Negara di dunia, memilki ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.
Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai Negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan Negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, Negara demokrasi adalah Negara yanag diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa system politik demikratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan asas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi secara efektif rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan asas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:70).
Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral “rakyat berkuasa” (government or role by the people)tetapi di dalam prakteknya oleh Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya da ambiguity atau ketentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan praktek demokrasi (Budiarjo, 1982:50). Hal ini bisa dilihat betapa Negara-negara yang sama-sama menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikan secara tidak sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut pertimbangan porsi yang terbuka bagi peranan maupun peranan rakyat.
Memang sejak dimunculkannya kembali asa demokrasi yaitu setelah tenggelam  beberapa abad dari permukaan Eropa telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya yang lebih berperan dalam menentukan jalannya Negara sebagai organisasi tertinggi: Negara ataukah masyarakat? Dengan kata lain, negarakah yang menguasai Negara? Pemakaian demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan fiksi-yuridisbahwa Negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fiksi yuridis inilah telah terjadi tolak-tarik kepentingan, atau control, tolak-tarik yang mana kemudian menunjukkan aspek lain yakni tolak tarik antara Negara-masyarakat karena kemudian Negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah konsep tentang Negara organis  (Mahasin, 1984:2).pemahaman atas masalah ini akan lebih jelas melalui penelusuran sejarah perkembangan prinsip itu sebagai asas hidup Negara yang fundamental .
Konsep demokrasi semua lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktikan dalam hidup bernegara antara abad ke 4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksaannya demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur  mayoritas. Sifat langsung ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno dalam kondisi sederhana.
Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia pada abad ke 14 dan mencapai puncaknya pada abad 15 dan 16. Renaissance adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai dengan yang dipikirkan, karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasa atau membatasi dengan ikatan-ikatan.
Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang dahulu tenggelam dalam abad Pertengahan yaitu terjadi Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi di Erofah Barat abad ke 16 yang pada mulanya menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja katolik tetapi kemudian berkembang menjadi asas-asas protestanisme.
Dua kejadian (Renaissane dan Reformasi) ini telah mempersiapkam Eropah masuk ke dalam Aufklarung (abad pemikiran) dan Rasionkisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikran dari batas-batas yng ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) semata-mata yang pada gilirannya kebebasan berpikir menelurkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik.
Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme monarki didasarkan pada teori rasionalistis sebagai “sosial-contract” (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal yang mempermasalahkan berlakunya hukum alam (naturallaw) bagi semua orang dalam bidang politik telah melahirkan pendapat umum bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasarkan pada suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.       
Tampak pada teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintahan rakyat). John Locke (1632-1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak memiliki, sedangkan Montesquieu (1689-1955) mengemukakan sistem pokok yang menurutnya dapat menjamin hak-hak politik tersebut melalui “Trias Politika”, yakni suatu sistem pemisahan kekuasaan dalam negara ke dalam ke kuasaan legislatis, eksekutif. Dan yudikatif yang masing-masing harus di pegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsif kiranya semua kekuasaan itu tak boleh dipegang hanya seorang saja.
            Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan inilah terlihat munculnya kembali ide pemerintahan rakyat (demokrasi). Tetapi dalam kemunculannya sampai saat ini demokrasi telah melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan dengan peranan Negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya senantiasa dikaitkan dengan konsep Negara hokum (Mahfud, 1999: 20).


B.            Bentuk-Bentuk Demokrasi
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal democracy dan yang kedua, substantive democracy, yaitu menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).
Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi diberbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menetapkan sistem presidensial, atau sisitem parlementer.
Sistem Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandate secara langsung dari rakyat. Dalam sisitem ini kekuasaan eksekutif (kekyasaan menjalankan pemerintahan) sepenuhnya berada ditangan presiden. Oleh karena itu presiden adalah merupakan kepala eksekutif (head of government) dan sekaligus menjadi kepala Negara (head of state). Presiden adalah penguasa dan sekaligus sebagai simbol kepemimpinan Negara (Tim LP3, UMY). Sistem demokrasi ini sebagaimana ditetapkan di Amerika dan Negara Indonesia.
Sistem Parlementer : sistem ini menerapakan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif  dan legislatif. Kepala eksekutif (head of government) adalah berada ditangan seorang Perdana Menteri. Adapun kepala Negara (head of state) adalah berada pada tangan seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami di atas terdapat beberapa sistem demokrasi yang berdasarkan pada prinsif filosofi Negara.

1.             Demokrasi Prerwakilan Liberal

Prinsif demokrasi ini berdasarkan pada suatu filsafah kenegaraan bahwa manusia adalah  sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Pemikiran tentang Negara demokrasi sebagaimana dikembangkan oleh Hobbes, Locke dan Rousseau bahwa Negara terbentuk karena adanya perbenturan kepentingan hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dalam natural state. Akibatnya terjadilah penindasan diantara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu individu-individu dalam suatu masyarakat itu membentuk suatu persekutuan hidup bersama yang disebut Negara. Atas dasar kepentingan ini dalam kenyataannya muncullah kekuasaan yang kadangkala menjurus kearah otoriterianisme.
Berdasarkan kenyataan yang dilematis tersebut, maka muncullah pemikiran kearah kehidupan  demokrasi pemikiran liberal, dan hal inilah yang sering dikenal dengan demokrat-demokrat liberal. Individu dalam suatu Negara dalam partisipasinya disalurkannya melalui wakil-wakil yang dipilih melalui proses demokrasi.
Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Namun demikian perlu disadari bahwa dalam prinsif demokrasi ini apapun yang dikembangkan melalui kelembagaan Negara senantiasa merupakan suatu menifestasi perlindungan serta jamianan atas kebebasan individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan kebebasan secara individual baik didalam kehidupan politik, ekonomi, social, keagamaan bahkan kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsif demokrasi ini adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi, sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam. Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai kehidupan Negara, bahkan berbagai kebijakan dalam Negara sangat ditentukan oleh kekuasaan kapital. Hal ini sesuai denagn analisis P. L Berger bahwa dalam era global dewasa ini dengan semangat pesar bebas yang dijiwai oleh filosofi Negara demokraasi liberal, maka kaum kapitalislah yang berkuasa. Kapitalisme telah menjadi fenomenal global dan dapat mengubah masyarakat diseluruh dunia baik dalam bidang social, politik maupun kebudayaan (Berger, 1988).


2.             Demokrasi Satu Partai dan Komunisme

Demokrasi satu partai ini lajimnya dilaksanakan di Negara-negara komunis seperti, Rusia, Cina, Vietnam dan lainya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin ;lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalislah yang menguasai Negara.
Dalam hubungan ini Marx mengembangkan pemikiran sistem demokrasi “commune structure” (struktur persekutuan). Menurut sistem demokrasi ini masyarakat tersususn atas komunitas-komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil ini mengatur urusan mereka sendiri, yang akan memilih wakil-wakil untuk unit-unit administrative yang besar misalnya distrik atau kota. Unit-unit administrative yang lebih besar ini kemudian akan memilih calon-calon administrative yang lebih besar lagi yang sering diistilahkan dengan delegasi nasioanal (Marx, 1970:67). Susunan ini sering dikenal dengan struktur “ piramida” dan “demokrasi delegatif”. Semua delegasi bisa ditarik kembali, diikat oleh perintah-perintah dari distrik pemilihan mereka dan diorganisasikan dalam suatu “ piramida” komite-komite yang dipilih secara langsung. Oleh karena itu menurut komunis, Negara post kapitalis tidak akan melahirkan kemiripan apapun dengan suatu rejim liberal, yakni rejim parlementer. Semua perwakilan atau agen Negara akan dimasukkan ke dalam lingkungan seperangkat institusi-institusi tunggal yang bertanggung jawab secara langsung.
Menurut pandangan kaum Marxis-Lenisis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi,pada prinsifnya dengan suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada tingakat partai komunis. Taransisi menuju sosialisme dan komunisme memerlukan kepemimpinan yang professional, dari kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947). Hanya kepemimpinan yanag seperti itu yang mempunyai kemampuan untuk mengorganisasikan pertahanan revolusi melawan kekuatan-kekuatan kapitalis dan mengawasi rekonstruksi masyarakat. Hal itu dikarenakan perbedaan kepentingan yang fundamental adalah kepentingan kelas, karena titik tolak kepentingan kelas pekerja merupakan suatu kepentingan yang progresif dalam masyarakat, dank arena selama dan setelah revolusi kepentingan kelas pekerja itu harus diartikulasikan secara pasti. Oleh karena itu partai revolusioner merupakan hal yang esensial. Partai tersebut merupaakan instrument yang bisa menciptakan landasan bagi sosialisme dan komunisme (Held, 2004:15-17).
Berdasarkan teori serta demokrasi sebagaimana dijelaskan di atas maka pemngertian demokrasi secara filosofis menjadi semakin luas, artinya masing-masing paham mendasarkan pengertian bahwa kekuasaan ditangan rakyat.
A.           Demokrasi di Indonesia

1.        Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Dalam sejarah Negara Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ialah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi secara character and nation building, dengan partisipasi rakyat,  sekaligus menghindarkan timbulnya dictator perorangan, partai ataupun militer.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:
a.         Periode 1945 sampai 1959, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan peranan pariemen serta partai-partai. Pada masa ini kelemahan demokrasi parlementer member peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR. Akibatnya persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.
b.        Periode 1959 – 1965, masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek yang    menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai unsur sosial-politik semakin meluas.
c.         Periode 1966-1998, masa Demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945, dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa Demokrasi terpimpin. Namun, dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga negara yang lain. Melihat praktek Demokrasi masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politis penguasa saat itu, sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilan Pancasila.
d.        Periode 1999-sekarang, masa demokrasi pancasila era reformasi dengan berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antar eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol sehingga iklim demokrasi mendapat nafas baru. Jikalau esensi Demokrasi adalah kekuasaan di tanagn rakyat, maka praktek demokrasi tatkal pemilu memang demikian, namun dalam pelaksanaannya setelah pemilu banyak kebijakan tidak mendasarkan kepada kepentingan rakyat, melainkan lebih ke arah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan lain perkataan model Demokrasi era Reformasi dewasa ini, kurang mendasar pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (walfare state).
2.       Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945
a.         Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966)
1)        Bidang Politik dan Konstitusional :
Demokrasi Indonesia seperti yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 berarti menegakkan kembali asas-asas negara hukum di mana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak-hak asasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun dalam aspek perseorangan dijamin dan menyalahgunakan kekuasaan dapat dihindarkan secara Instutisional. Dalam rangka ini perlu diusahakan supaya lembaga-lembaga dan tata kerja Orde Baru dilepaskan dari iakatan pribadi dan lebih diperlembagakan.
2)        Bidang Ekonomi :
Demokrasi Ekonomi sesuai dengan asas-asas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam UUD 1945 yang pada hakikatnya berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara yang antara lain mencakup :
·          Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara
·          Koperasi
·          Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
·          Peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.
b.        Munas III Persahi : The Rule of Law (desemebr 1966)
Asas negara hukum Pancasila mengandung prinsip :
1)        Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
2)        Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.
3)        Jaminan kepastian hukum dalam semua persoala, yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
c.         Simposium hak-hak Asasi Manusia (juni 1967)
Apapun predikat yang akan diberikan kepada demokrasi kita, maka demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggungjawab, artinya demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggungjawab terhadap tuhan dan sesama kita. Berhubungan dengan keharusan kita di tahun-tahun yang akan datang untuk memperkembangkan “a rapidly expanding economy” maka di samping pemerintah yang kuat dan beribawa, diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Untuk itu diperlukan kebebasan politik sebesar mungkin.
Persoalan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara tiga hal :
1)        Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
2)        Adanya kebebasaan yang sebesar-besarnya.
3)        Perlunya untuk membina sesuatu “rapidly expanding economy” (pengembangan ekonomi secara cepat).
3.    Demokrasi Pasca Reformasi
Dewasa ini hampir seluruh warga negara di dunia mengklaim penganut paham Demokrasi. Namun, demikian sebagaiman hasil penelitian yang dilakukan oleh Amos J. Peaslee, bahwa dalam kenyataannya demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke negara lain. Setiap negara dan orang menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-masing, bahkan negara komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai negara demokrasi.
Berdasarkan kenyatan tersebut di atas maka perlu di ambil suatu pengertia esensial tentang demokrasi yang diterapkan di dalam suatu negara termasuk negara Indonesia. Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat. Dengan lain perkataan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah di tangan rakyat. Kekuasaan dalam negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat (asshiddiqe, 2005 : 141).
Berdasarkan esensi pengertian tersbut maka hakikat kekuasaan di tangan rakyat adalah menyangkut baik untuk penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Oleh karena itu, kekuasaan pemerintahan negara di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal : pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people), kedua, pemerintah oleh rakyat (government by people), ketiga, pemerintah untuk rakyat (government for people).
Prinsip pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat tersebut bagi negara Indonesia terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Pembukaan UUD 1945 dalam ilmu hukum memiliki kedudukan sebagai “staatsfundamentalnorm”, oleh karena itu merupakan sumber hukum positif dalam negara RI. Maka prinsip demokrasi dalam negara Indonesia selain tercantum di dalam Pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat negara Pancasila sila ke empat yaitu kerakyatan yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Makna pengertian “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dimaksudkan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada moral kebilaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusian yangt adil dan beradab.
Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : “ kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Prinsip demokrasi tersebut secara eksplisit juga dijabarkan dalam Pasal UUD 1945 hasil Amandemen dengan mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan negara secara langsung, yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih presiden dan wakil presiden Pasal 6A ayat (1).
Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan kekuasaan negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan eksekutif Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, legislatif Pasal 16 sampai dengan Pasal 22, dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.
 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 pgsd's story. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.